Dihari yang melelahkan,Suatu sore sambil duduk di depan rumah terdengarlah percakapan antara kakek-kakek dan anak muda
Kakek : Setahu saya pohon kelapa ini sudah ada di depan rumah ini sejak saya masih kecil dahulu.
Anak muda : Ya, pohon itu usianya sudah lebih dari 50an tahun bahkan mungkin sudah mendekati usia 70an tahun.
Sejenak saya memperhatikan pohon kelapa tersebut dan saya melihat sesuatu di atas pohon tersebut. Ternyata meskipun usianya sudah 70 tahun pohon itu masih menghasilkan buah yang banyak dan buah ini masih sangat berarti bagi pemiliknya karena buah tersebut bisa dijual untuk kebutuhan sehari-hari.
Sebuah pelajaran yang berarti dalam hidup saya hari itu, melihat pohon kelapa meskipun sudah 70 tahun tetapi masih tetap berkarya dan menghasilkan arti bagi pemiliknya. Kemudian tanpa tak sadar tiba-tiba saya teringat akan percapakan bapak bapak melalui telepon awal tahun lalu, dia berkata : “tidak ada batas waktu bagi saya dalam berkarya, kalau banyak orang percaya siklus produk akan turun pada suatu masa maka siklus produk saya adalah sampai saya meninggal. Artinya sebelum saya meninggal maka saya akan terus berkarya bagi banyak orang.”
Baca juga : Sebab Kamu Bukan Dia
Mahatma Gandhi dalam salah satu karyanya pernah berkata : “Biarlah semua orang tertawa menyambut kelahiran kita dan biarlah semua orang menangis ketika kita meninggalkan dunia ini untuk selamanya.” Saat ini kita sudah dilahirkan ke dunia dan sedang menunggu hari dimana kita dipanggil oleh Sang Maha Pencipta. Apakah pilihan kita pada saat meninggal nanti kita memilih untuk ditangisi ataukah ditertawakan oleh orang lain.
Kalau kita memilih ditangisi mungkin pohon kelapa ini bisa memberikan inspirasi kepada kita untuk terus berkarya dan memberikan yang terbaik dalam hidup ini kepada siapapun orang yang ada di dunia ini.
Sudahkah kita memberikan yang terbaik dalam hidup ini bagi diri kita sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa ini ? Selamat berkarya sampai akhir hayat kita.
ini true story ketika saya dilampung.
"Berkarya tanpa batas,tetap menulis meski hati teriris"
0 comments:
Post a Comment